Death Magnetic review
Kali ini, datanglah Death Magnetic, setelah belasan tahun diproduseri sang Pop-Rock/Metal produser Bob Rock, Rick Rubin, datang dengan sejuta harapan bagi para old-school fans akan hadirnya kembali Metallica si raja thrash metal. Didengung-dengung kan sebagai neo-..And Justice for All, pada awalnya DM terlihat menjanjikan. Benarkah?
Rick Rubin memang meminta mereka untuk kembali ke proses kreatifitas awal, kembali ke root mereka dan sound distorsi tebal yang merupakan trade mark yang menahbiskan Metallica sebagai pionir trash metal di era 80an. Rasanya Rick Rubin lupa kalau Metallica yang sekarang adalah Metallica berumur 40-an yang punya perbedaan spirit dan visi dengan Metallica 20 tahun yang lalu. Metallica yang lelah dengan berbagai sorotan serta kontroversi. Metallica yang kebapakan, yang memiliki tanggung jawab yang berbeda.
DM menjanjikan dari sisi sounds, ya, sound distorsi tebal telah kembali walau lebih 'clean' dengan mixing digitalnya , sound distorsi cempreng di St. Anger dan sound tipis pasca Black Album ditinggalkan, snare drum kaleng hilang, namun, rasanya pengaruh Bob Rock masih tetap kentara. Setidaknya masih banyak materi groovy model Load-Reload (bahkan stanger) yang terulang-ulang dan masih kental terasa.
DM dibuka dengan That Was Just Your Life yang menghentak, bertempo cepat. Disusul 2 lagu ber-mid tempo, The End of The Line dan Broken, Beat & Scarred. The Day That Never Comes mengingatkan pada One, bertempo lambat di awal dan diakhiri encore menghentak, walau dengan double solo yang lucu. All Nightmare Long dan Cyanide sebenarnya hanya medioker material yang disispkan di sini. Entah kenapa Metallica merilis Cyanide sebgai salah satu single. Power Ballad The Unforgiven III dimulai dengan dentingan piano, suatu hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Single berikutnya The Judas Kiss dengan panjang 8 menit, kembali dengan beat cepat disusul Suicide & Redemption lagu tempo sedang dan sedikit bluesy, terakhir ditutup My Apocalypse single ke empat dari DM yang cendeung mrip Dyers' Eve.
Overall, banyak kredit yang dapat diberikan terhadap DM. Pertama, keterlibatan Trujillo di semua materi DM, kemudian kembalinya solo Hammett. Solo Hammett tidak pernah terdengar istimewa sejak dulu, namun tetap ada yang kurang dari album Metallica pasca Black Album setlah porsi solo Hammett menjadi jauh lebih simple di Load/Reload atau bahkan hilang di St. Anger. Lalu, oke welcome back Metallica.
Akan tetapi DM juga tidak menjadi terlalu istimewa, nice try but it’s not even close to their quality. Metallica terjebak antara keinginan kembali ke masa lalu dengan dimensi ‘masa kini’ menjadikan DM hanya kembali masuk dalam jajaran diskografi album Metallica, namun rasanya bukan sebagai sesuatu yang monumental, laksana Black album, Justice, Kill, atau bahkan Ride.